Menelaah Lakon Pagelaran Wayang Wisanggeni Rato
Menelaah Lakon Pagelaran Wayang Wisanggeni Rato
KLATEN – koranjateng.com
Pada 7 Juni mendatang, Dukuh Cokro dan Dukuh Gebang akan menggelar sebuah kegiatan pagelaran wayang guna menyemarakkan Hari Raya Kurban (Idul Adha). Pagelaran wayang kulit ini merupakan salah satu tradisi rutin yang biasa digelar pada momen-momen spesial, seperti hari raya Idul adha tersebut, untuk semakin menyemarakkan suasana Desa Cokro sekaligus melestarikan adat, tradisi, dan kebudayaan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun (06/06/2025).
Menurut Kepala Desa Cokro Heru Budi Santosa mengatakan “Dalam kesempatan ini, pagelaran akan menampilkan dua sesi pertunjukan dengan lakon yang berbeda. Sesi siang menampilkan lakon berjudul “Wahyu Eko Bawono,” sedangkan sesi malam mengusung lakon “Wisanggeni Rato.” Kedua sesi tersebut akan dipersembahkan oleh Ki Dalang Kusni Kesdik Kesdo Lamon, dengan penampilan bintang tamu Pentor dan Purwati dari Boyolali. Acara ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sebuah wadah untuk menguatkan jati diri dan nilai-nilai luhur dalam masyarakat.” terangnya.
Terpisah menurut Endra salah seorang penggemar wayang kulit dari Delanggu, mengatakan “Dirinya menaruh keinginan untuk menyaksikan pagelaran wayang ini, pada kesempatan malam harinya di sesi malam, perhatian khusus tersebut tertuju pada lakon “Wisanggeni Rato.” yang menggelitiknya dan membuat penasaran untuk ikut menyaksikan pagelaran wayang tersebut.
Dirinya memaparkan “Dalam tradisi pewayangan Jawa, kisah Wisanggeni Rato bukan sekadar sebuah cerita epik, melainkan sebuah narasi yang kaya akan simbolisme dan filosofi mendalam. Nama Wisanggeni sendiri dapat diartikan sebagai “racun dari api,” yang menyiratkan dualitas dalam dirinya. Cerita bermula dari sebuah konflik antara unsur-unsur ilahi, yang memaksa kelahiran bayi secara prematur. Bayi itulah, yang kemudian dihembuskan nafas kehidupan dan mendapatkan kekuatan sakral dari Sang Hyang Wenang. Dengan demikian, kehadiran Wisang bukan hanya sebagai pahlawan tradisional, melainkan juga sebagai simbol kekuatan destruktif yang sekaligus meregenerasi, sebuah api yang dapat membersihkan, mengubah, dan mengembalikan keseimbangan kosmos. Melalui narasi ini, penonton diajak untuk merenungkan bagaimana keseimbangan dalam tatanan alam dan kehidupan berbangsa dapat tercapai apabila seluruh unsur, baik fisik maupun metaphysical, berada pada kondisi harmonis.” papar Endra coba menelaah lakon wayang yang sekiranya akan ditampilkan.
Endra menambahkan “Secara filosofis, kisah Wisanggeni Rato mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak diukur dari ukuran fisik atau status sosial semata, melainkan dari integritas moral dan keberanian untuk melawan ketidakadilan. Di tengah misteri dan konflik antara dewa-dewa, meskipun kelahirannya terkesan lemah serta muncul dari kondisi yang tidak ideal, Wisanggeni mampu menunjukkan kekuatan dahsyat yang menantang tatanan kekuasaan yang selama ini dianggap mutlak. Pesan moral yang tersirat menyatakan bahwa kebenaran dan keadilan harus senantiasa ditegakkan, meskipun harus menghadapi tantangan besar dalam struktur kekuasaan. Lebih jauh lagi, kisah ini mengingatkan kita bahwa pada hakikatnya, kekuatan hakiki selalu berada di tangan Sang Pencipta, dan bahwa tidak ada kekuatan yang bisa menandingi kehendak ilahi yang menjaga kebenaran dan keadilan.” terangnya
Lebih lanjut dijelaskan “Selain sebagai cerita pewayangan, pagelaran ini berfungsi sebagai media edukasi dan penyampaian nilai-nilai moral kepada masyarakat. Dalam setiap adegan pertunjukan, terdapat pesan tentang kejujuran, keberanian, dan pengorbanan untuk kebenaran. Hal ini mengajarkan penonton bahwa bahkan sosok yang tampak kecil atau terbentuk dalam kondisi yang tidak ideal pun memiliki potensi besar untuk membawa perubahan jika didasari oleh prinsip yang teguh. Bahkan dalam era modern seperti saat ini, kisah Wisanggeni Rato menggugah kita untuk bersikap kritis terhadap informasi yang beredar. Interpretasi masa kini dari lakon ini, seperti yang diilustrasikan lewat pagelaran wayang bertema “Lahirnya Wisanggeni,” mengingatkan pentingnya verifikasi fakta dan kehati-hatian terhadap hoaks. Di tengah derasnya arus informasi digital, pesan untuk selalu menjaga kebenaran dan keabsahan data menjadi semakin relevan.” jelas Endra
Kemudian bila melihat lebih luas “Dalam konteks yang lebih luas, pagelaran wayang ini tidak hanya memperlihatkan keindahan seni pertunjukan tradisional, tetapi juga mengalirkan nilai-nilai budaya yang mampu menyatukan masyarakat. Lakon “Wisanggeni Rato” mengilhami kita untuk merefleksikan pentingnya keseimbangan dalam diri maupun dalam struktur masyarakat. Kekuatan batin dan nilai moral yang terkandung di dalamnya mengajak setiap generasi untuk tetap mempertahankan integritas, walaupun harus berhadapan dengan rintangan yang tampak lebih besar dari diri sendiri. Masyarakat pun diharapkan dapat mengambil hikmah bahwa perlawanan terhadap ketidakbenaran adalah suatu bentuk pengabdian kepada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang abadi.” tuturnya.
Disisi lain Ipunk salah seorang dari panitia dan sekaligus warga lokal Cokro mengatakan “Pagelaran wayang yang dipersembahkan di Dukuh Cokro dan Dukuh Gebang tersebut menjadi contoh nyata bagaimana seni tradisional dapat berfungsi sebagai cermin sekaligus penggerak opini publik. Lewat kisah-kisah pewayangan seperti Wisanggeni Rato, penonton diajak untuk tidak hanya menikmati estetika seni, tetapi juga menyelami kedalaman makna yang mengajarkan kita untuk kritis, jujur, dan berani melawan segala bentuk ketidakadilan. Di era informasi yang penuh dinamika ini, nilai-nilai yang diusung oleh lakon tersebut menjadi landasan untuk memperkuat solidaritas serta mengajak kita semua untuk mempertahankan kebenaran, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi tantangan global.” ujar Ipunk.
Dirinya juga menambahkan “Sebagai Lakon Pagelaran Wayang Wisanggeni Rato bukan hanya sebuah pertunjukan kesenian, melainkan sebuah perjalanan filosofis yang mengajak kita untuk merenung tentang pentingnya keseimbangan, integritas, dan keadilan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang terungkap melalui kisah ini relevan untuk diterapkan dalam konteks modern, terutama dalam menghadapi arus informasi yang deras serta dalam memperkuat solidaritas dan kejujuran antar sesama. Semoga pagelaran ini tidak hanya menjadi hiburan semata, melainkan juga sumber inspirasi yang mampu memupuk semangat keberanian dan pengabdian terhadap kebenaran dalam setiap hati yang menyaksikannya.“ tuturnya
“Karena itu jangan sampai terlewatkan guna menyaksikan pagelaran wayang ini sebab bila melihat aspek lain dari filosofi pagelaran wayang ini juga layak diaplikasikan untuk menguatkan nilai-nilai luhur di tengah tantangan era digital, Mungkin ini menjadi momentum bagi kita untuk lebih mendalami kembali tradisi yang kaya akan makna dan relevansi bagi kehidupan masa kini.” pungkasnya.
( Pitut Saputra )