Solo Berdenyut Dalam Gerak Ribuan Penari Yang Menari Tanpa Henti
Solo Berdenyut Dalam Gerak Ribuan Penari Yang Menari Tanpa Henti
SURAKARTA-koranjateng.com
Festival 24 Jam Menari ke-18 kembali digelar di Kampus ISI Surakarta pada 29 hingga 30 April 2025, menandai perayaan Hari Tari Dunia dengan semarak. Lebih dari 3.000 penari dari 131 komunitas tari nasional serta satu partisipan mancanegara bergabung dalam festival yang mengusung tema "Skena Menari: Bersua, Bercengkerama, Berkelana", menghidupkan setiap sudut kota dengan gerakan yang terus berlanjut.
Solo dan Tradisi Menari: Bukan Sekadar Perayaan, tetapi Identitas
Bagi Solo, tari bukan sekadar hiburan, tetapi identitas yang mengalir dalam kehidupan masyarakat. Festival ini bukan hanya tentang gerakan tubuh, tetapi juga tentang kebersamaan, dialog budaya, dan penghormatan terhadap warisan seni.
Sejak pagi, ribuan penari telah memadati berbagai panggung di lingkungan ISI Surakarta, menampilkan berbagai gaya tari dari berbagai daerah. Festival ini terbagi dalam tiga agenda utama:
1. Skena Menari, sebagai ruang interaksi dan eksplorasi tari bagi komunitas dari berbagai daerah.
2. Festival 24 Jam Menari, yang menghadirkan panggung utama bagi para penari yang ingin menunjukkan karya terbaiknya.
3. Penari 24 Jam, tantangan bagi penari dan musisi untuk bertahan menari dan bermusik tanpa henti selama 24 jam nonstop.
Salah satu momen yang paling unik adalah aksi seorang penari 24 jam yang memulai tariannya sejak turun dari kereta di Stasiun Solo Balapan, kemudian berjalan menuju Kampus ISI Solo di Kentingan, sambil terus menari, membuat perjalanan itu menjadi bagian dari narasi tari yang tidak terputus.
Festival yang Menghidupkan Kota
Festival 24 Jam Menari berlangsung di lima titik utama di ISI Surakarta, yaitu:
1. Halaman Rektorat
2. Pendapa GPH Djoyo Kusumo
3. Teater Kecil
4. Teater Gendon Humardani
5. Teater Kapal
Setiap lokasi menghadirkan berbagai bentuk pertunjukan, termasuk:
1. Opening Ceremony dan Orasi Budaya oleh Hilmar Farid, Ph.D.
2. Panggung Skena, dengan berbagai format tari seperti Gendon Legacy, Kio Dancing, Tari Kontemporer, International Folk Dance, dan Disable Dancing.
3. Sajian Tari Klasik dari Keraton Yogyakarta, Pura Pakualaman, dan Pura Mangkunegaran.
4. Penari Nonstop 24 Jam dan Pemusik Nonstop 24 Jam, yang menciptakan pengalaman seni tanpa jeda.
5. Pertunjukan Festival, menghadirkan penampilan dari berbagai komunitas tari.
6. Closing Ceremony dan Bazar Produk Kreatif, membuka ruang bagi UMKM serta ekonomi kreatif untuk berkembang.
Resonansi di Hati Masyarakat
Festival ini tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga menghidupkan emosi dan keterlibatan masyarakat.
Rina, seorang pengunjung, berbagi kesannya tentang acara ini.
“Solo benar-benar kota yang menari. Setiap sudut terasa hidup dengan energi para penari. Tidak ada henti, setiap panggung selalu ada gerakan dan ekspresi yang luar biasa.” papar Rina
Sementara itu, Damar, seorang penari yang ikut serta dalam pertunjukan massal, menyoroti bagaimana festival ini membangun koneksi di antara para seniman.
“Menari di festival sebesar ini bukan hanya tentang gerakan tubuh, tetapi juga bagaimana kita merayakan kebersamaan dalam seni. Saya bertemu banyak penari dari berbagai kota, berbagi inspirasi, dan merasakan bagaimana tari bisa menyatukan kita semua," ujarnya penuh semangat.
Solo, Kota yang Berbicara dengan Gerakan
Festival 24 Jam Menari bukan sekadar pertunjukan tahunan, ia adalah manifestasi bagaimana Solo berkomunikasi melalui seni.
“Ketika ribuan penari bergerak dalam harmoni, Solo tidak hanya sekedar kota, tapi sebuah panggung besar yang merayakan warisan budaya dan kreativitas tanpa batas.” pungkas Damar.
Solo kembali menari, menghidupkan tradisi, energi, dan semangat kebersamaan!
( Pitut Saputra )