Wahana Baru Lapangan Merdeka Delanggu

Wahana Baru Lapangan Merdeka Delanggu

KLATEN-koranjateng.com
Gareng Panjul, seorang pemuda sekaligus kepala keluarga yang tinggal di sekitar Lapangan Merdeka Delanggu, awalnya hanya berniat menghabiskan sisa cat di rumahnya. Ide sederhana itu berubah menjadi gerakan kecil yang memberi nafas baru pada lapangan Merdeka yang akhir-akhir ini sepi dan minim pengunjung. Lantai jogging trek dari cor semen yang baru dibuat oleh Pemerintah Desa di sekitar Lapangan Merdeka, kini dicorat-coret dengan motif warna-warni, permainan tradisional, dan gambar-gambar acak yang menyapa siapapun yang lewat. Ide ini bermula dari iseng dan niatan sederhana Gareng Panjul, seorang warga lokal yang akhirnya membuka peluang sosial, budaya, dan ekonomi tak terduga bagi kampung serta ekosistem sosial di sekitarnya (12/10/2025).

Gareng Panjul menceritakan dengan nada rendah dan penuh harap bahwa pada awalnya tindakan ini murni ingin mempercantik. Ia tak mengklaim otoritas, tak menuntut izin berlebihan, ia hanya melihat peluang, lapangan yang rapi dan fasilitas baru seperti toilet umum dan trek jogging yang layak akan lebih menarik bila diberi sentuhan warna, tentu akan semakin hidup. Respon warga pun datang lebih cepat dari yang ia duga, dari pedagang kecil yang ikut menyumbang cat hingga tetangga yang turun tangan membantu mengecat. Kedermawanan yang dipicu oleh satu tindakan sederhana itu menunjukkan betapa kuatnya efek domino ketika inisiatif lokal diberi ruang untuk bertumbuh.

Lebih dari sekadar estetika, apa yang diciptakan Gareng Panjul dan relawan adalah ruang memori kolektif. Motif-motif permainan tradisional seperti engklek, dakon, dan pola permainan anak-anak jaman dulu, diukir ulang di atas lantai semen baru, bukan hanya untuk hiasan tetapi untuk menghidupkan kembali pengalaman masa kecil yang mulai pudar. Setiap garis, setiap motif, menjadi pengingat akan kebiasaan yang pernah menjadi perantara kebersamaan antar generasi. Dimana anak-anak bisa sesekali berlari, bermain, dan belajar tentang permainan tradisional tanpa melulu membaca lewat buku, namun mereka memainkannya langsung di tanah lapang tempat anak sebaya, orang tua, serta tetangganya berkumpul.

Dari sisi ekonomi mikro, tindakannya juga memberi harapan bagi pedagang dan UMKM sekitar. Lapangan yang lebih hidup menarik lebih banyak pengunjung, dan mereka yang berolahraga atau sekadar jalan-jalan sore punya alasan lebih untuk singgah ke warung. Panjul menyoroti hal ini dengan jelas, ketika ruang publik menarik untuk didatangi, efeknya akan terasa sampai ke penjual makanan dan minuman yang menggantungkan hari-hari mereka pada kunjungan warga. Sedikit warna di lantai bisa berubah menjadi potensi peningkatan omzet bagi keluarga-keluarga kecil di sekitarnya.

Di tengah semua pujian itu, Gareng Panjul tetap realistis. Ia menegaskan bahwa inisiatif ini bukan tentang mencari pengakuan atau bayaran. Ia bersedia melanjutkan tugasnya sampai cat habis karena merasa amanah donasi dari warga sekitar dan para pedagang. Namun ia juga mengakui keterbatasan waktu dan sumber daya. Garapan ini tetap bergantung pada kebaikan hati donatur, relawan, dan, yang paling krusial, adalah dukungan Pemdes Delanggu. Tanpa dukungan itu, arah perbaikan dan pemeliharaan jangka panjang akan sulit terjaga sekalipun semangat solidaritas tumbuh kuat.

Opini Panjul tegas dan penuh empati, bantuan dari Pemdes tidak harus selalu berupa dana besar, tetapi bisa dimulai dari pengakuan formal, bantuan material kecil, atau fasilitas pendukung seperti penyediaan cat, alat kebersihan, dan koordinasi relawan. Dengan sedikit dukungan struktural, inisiatif warga bisa dikembangkan menjadi program pemberdayaan warga yang rutin, melibatkan sekolah, organisasi pemuda, dan kelompok ibu-ibu PKK untuk memelihara dan ikut mengembangkan Lapangan Merdeka, baik lewat kegiatan positif maupun sekedar menambahkan motif-motif edukatif di lapangan. Panjul ingin agar aksi kecilnya ini menjadi pintu masuk bagi kolaborasi yang berkelanjutan.

Seruan untuk lebih banyak donatur dan relawan menjadi inti harapan Gareng Panjul. "Hal tersebut terbersit setelah ada apresiasi dan respon positif dari donatur yang kebetulan mengapresiasi langkahnya. Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa bantuan itu, tidak melulu sekadar donasi materil, tetapi partisipasi aktif, hadir ketika ada kegiatan pengecatan bersama, menyumbang ide motif permainan baru, ikut menjaga kebersihan, atau sebatas memberi bantuan logistik sederhana. Ketika lebih banyak tangan bergabung, beban satu orang menjadi ringan dan kualitas ruang publik semakin terjaga. Relawan bukan hanya pelaksana teknis, tetapi penjaga nilai-nilai kebersamaan yang lahir dari tanah lapang itu," ujarnya.

Agar langkah ini tidak berhenti pada euforia sesaat, Panjul mengajak Pemdes Delanggu untuk melihat potensi jangka panjangnya, Lapangan Merdeka yang konon menurut cerita pernah didatangi Tokoh Pahlawan Proklamator Bung Karno ini, akan bisa lebih hidup dan berarti, ruang publik juga aman, sehat, dan produktif, itu berarti warga yang terlibat lebih banyak, dan anak-anak ikut mengenal warisan budaya mereka, serta ekonomi lokal yang otomatis bergerak. Dukungan pemerintah desa akan menguatkan legitimasi dan memudahkan akses sumber daya, sementara inisiatif warga memastikan bahwa program tetap relevan dan responsif terhadap kebutuhan lokal.

Akhirnya, kisah Gareng Panjul adalah contoh bagaimana tindakan kecil dapat menjadi katalis perubahan. Ini bukan soal siapa yang memulai, melainkan bagaimana masyarakat merawat ruang bersama mereka. Gareng Panjul tidak menuntut lebih dari yang ia mampu, tetapi ia menaruh harapan pada gotong royong dan keterlibatan lebih banyak warga dan donatur, lebih banyak relawan, mengingat luasnya area jogging track Lapangan Merdeka Delanggu.  Perhatian dari Pemdes Delanggu akan membuat Lapangan Merdeka benar-benar menjadi pusat kehidupan yang inklusif dan penuh warna. Semoga semangat itu menular, dari satu sudut lapangan ke seluruh penjuru kampung, mengingatkan kita bahwa perubahan besar sering bermula dari satu sapuan kuas kecil dan inisiatif sederhana warga. 

Kalau bukan kita, warga sekitar Delanggu, yang merawat dan mempercantik fasilitas publik ini, lalu siapa lagi yang akan melakukannya? Pernyataan akhir Gareng Panjul ini bukan sekadar seruan lokal, ia adalah panggilan bangun untuk seluruh pengguna ruang umum, menjaga lingkungan adalah tanggung jawab kolektif. Merawat trotoar, taman, dan fasilitas bersama bukan pilihan pribadi melainkan wujud nyata cinta pada tempat kita hidup, warisan untuk anak cucu dan cermin martabat komunitas serta ekosistem lingkungan. Saat setiap orang ambil bagian, perubahan kecil akan menjadi kebanggaan bersama, namun jika acuh, maka kerusakan lebih mudah merenggut kenyamanan yang sudah susah payah dibangun. Mari ubah kata-kata menjadi tindakan, peduli hari ini, agar Delanggu tetap indah untuk esok.

( Pitut Saputra )
Next Post Previous Post


Berita Pilihan :