Dugaan Penyimpangan Pengadaan Sapi Desa Tahun 2020, Uang Penjualan Belum Masuk Kas Desa
Kebumen, Koranjateng.com – Program pengadaan sapi desa Sidorejo kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen tahun 2020 mulai disorot publik setelah muncul dugaan penyimpangan dalam pengelolaan aset desa. Berdasarkan data yang dihimpun, setiap kepala dusun (kadus) dijatah dua ekor sapi. Namun, distribusi tersebut tidak berjalan sesuai rencana.
Di wilayah 1, hanya diberikan satu ekor sapi karena tidak ada warga yang bersedia memelihara. Satu kuota lainnya dialihkan ke wilayah 2. Ironisnya, sapi yang tetap diberikan ke wilayah 1 justru dijual seharga Rp11 juta.
Sekretaris desa (sekdes) kala itu menegaskan bahwa uang hasil penjualan sapi diminta langsung oleh kepala desa. “Memang benar sapi yang di wilayah 1 dijual, harganya sebelas juta rupiah. Uang hasil penjualannya waktu itu diminta langsung oleh pak kades,” ungkap sekdes.
Kades Akui, Dana Dititipkan
Saat dikonfirmasi, kepala desa membenarkan penjualan sapi tersebut. Namun ia menyebut uangnya telah dititipkan ke kaur keuangan desa. “Saya akui sapi itu dijual, uangnya dititipkan ke kaur keuangan. Tapi memang belum sempat dimasukkan ke rekening desa,” jelas kades.
Hingga kini, dana Rp11 juta tersebut belum tercatat dalam kas desa dan tidak ada berita acara resmi mengenai penjualan. Ketiadaan laporan tertulis menimbulkan tanda tanya besar terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset desa.
Warga Pertanyakan Transparansi
Sejumlah warga mulai menyuarakan keresahan. “Kalau sapi dijual, uangnya harus jelas masuk ke rekening desa, bukan dikelola pribadi. Kalau tidak ada berita acara, itu bisa menimbulkan dugaan macam-macam,” kata salah satu tokoh masyarakat.
Potensi Pelanggaran Hukum
Pengamat tata kelola desa menilai, kasus ini berpotensi melanggar aturan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, seluruh aset desa wajib dicatat dan dikelola secara transparan. Penjualan aset tanpa mekanisme resmi bisa dianggap pelanggaran administrasi, bahkan berpotensi masuk ranah tindak pidana korupsi jika menimbulkan kerugian negara.
“Jika uang hasil penjualan aset desa tidak disetorkan ke kas desa, itu bisa masuk ranah tindak pidana korupsi sesuai UU Tipikor. Apalagi jika tidak ada laporan pertanggungjawaban resmi,” ujar seorang praktisi hukum yang dimintai pendapat.
Kasus ini diperkirakan akan menjadi sorotan aparat pengawas, mengingat menyangkut pengelolaan aset desa yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat.
(Ferdi Irawan, S.M.)