Seblak Citarasa Sunda yang Merantau Menembus Batas Geografis


 KLATEN, koranjateng.com - Di Nusantara, kekayaan kuliner selalu mengalami dinamika, ragam rasa, teknik memasak, dan akulturasi budaya saling bertemu dalam piring-piring lokal. Di Klaten, khususnya kawasan Delanggu, gelombang baru selera tampak bergeser dari dominasi ayam geprek ke satu sajian khas Sunda yang kini mendulang popularitas, seblak. Perubahan ini bukan sekadar soal preferensi rasa, melainkan juga soal pola konsumsi, kesempatan usaha, dan adaptasi budaya kuliner yang cepat di kalangan pelajar dan anak muda (03/11/2025).


Fenomena boomingnya seblak di Delanggu bisa dilihat pada sejumlah titik keramaian kuliner seperti juga di beberapa daerah kecamatan Tulung dan Polanharjo, dimana warung-warung yang menyajikan seblak hampir tidak pernah sepi. Pengunjung datang silih berganti, baik makan di tempat maupun memesan lewat platform online. Pelajar dan remaja tampak menjadi konsumen utama, mereka mencari kehangatan dan kenikmatan tekstur, kerupuk yang kenyal, kuah yang pedas gurih, dan tambahan topping yang variatif, dimana menurut mereka pas untuk suasana santai maupun kumpul sore setelah pulang sekolah.


Perkembangan seblak di luar daerah asalnya menunjukkan bagaimana sebuah makanan tradisional dapat berevolusi dan menyebar dengan cepat. Di Delanggu, penjual tidak hanya meniru resep klasik, tetapi juga menambahkan inovasi, seblak kering untuk yang suka tekstur renyah, seblak basah dengan kuah kental, seblak lokal yang memadukan cita rasa lokal, hingga seblak berbagai topping seperti sosis, telur, bakso, pangsit goreng, dan sayuran. Ada juga yang memang sengaja menyajikan seblak dengan prasmanan atau ambil bahan dan topping sendiri. Variasi ini menarik rasa ingin tahu konsumen dan memberi kebebasan memilih kombinasi sesuai selera.


Dukungan teknologi ikut mempercepat penyebaran tren. Beberapa driver ojek online yang kami temui melaporkan lonjakan pesanan seblak yang signifikan, Iqbal salah seorang driver online aplikasi online food menyatakan, “Saat ini seblak sebagai juara dalam liga kuliner online di sekitar Cokro dan Delanggu. Transaksi digital online nya luar biasa, karena memudahkan konsumen, terutama pelajar, untuk memesan dari rumah, kos, atau saat berkumpul bersama teman.” ungkap Iqbal. Dampaknya terasa pada skala mikro, peningkatan omset warung, permintaan bahan baku yang lebih tinggi, dan intensifikasi aktivitas produksi di UMKM setempat.


Lebih lanjut dipaparkan “Perubahan selera seperti ini menimbulkan pertanyaan menarik, mengapa seblak bisa begitu cepat memikat lidah masyarakat muda? Sebagian jawabannya terletak pada kombinasi sensory yang ditawarkan seblak, pedas, gurih, sedikit asin, dan tekstur kenyal yang unik. Rasa pedas menjadi magnet tersendiri bagi generasi yang mencari sensasi, sementara pilihan topping dan tingkat kepedasan memberi kontrol personal terhadap pengalaman makan. Selain itu, seblak mudah disajikan dalam berbagai format, dari porsi hemat untuk pelajar hingga porsi besar untuk berkumpul, membuatnya fleksibel untuk pasar lebih luas.” terang Iqbal coba menyimpulkan.


Argumen tersebut dikuatkan oleh Ahmed salah seorang penggemar kuliner seblak yang memaparkan bahwa “Aspek sosial budaya juga memainkan peran penting. Kuliner seringkali menjadi medium identitas dan komunitas. Bagi remaja, makan seblak di warung atau memesan bersama teman adalah kegiatan sosial yang melampaui sekadar kebutuhan perut. Adanya space informal di warung-warung seblak mendukung interaksi dan gaya hidup, nongkrong sore, berbagi cerita sekolah, atau sekadar mencari tempat hangat di musim hujan. Pada momen-momen seperti itu, seblak bukan hanya makanan, melainkan pengalaman kolektif yang menyatukan.” jelas Iqbal.


Dari sisi pelaku usaha, muncul peluang strategis. UMKM kuliner di Delanggu bisa memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat usaha, meningkatkan kualitas bahan baku, mengatur menu yang inovatif, menerapkan kemasan praktis untuk delivery, dan memanfaatkan promosi digital. Banyak warung seblak berhasil meningkatkan omset secara signifikan dengan melakukan sedikit modifikasi pada resep atau layanan. Bahkan penjual kecil yang sebelumnya hanya mengandalkan pelanggan offline sekarang terbuka pada platform digital, kolaborasi dengan aplikasi pesan antar, dan pemasaran melalui media sosial.


Namun, ada pula tantangan yang perlu diperhatikan agar tren ini memberi manfaat berkelanjutan. Ketergantungan pada mode kuliner jangka pendek bisa membuat usaha rentan ketika preferensi bergeser lagi. Kualitas bahan dan kebersihan harus dijaga agar reputasi baik tidak cepat pudar. Selain itu, pelaku UMKM perlu mengelola stok dan produksi agar tetap efisien saat permintaan fluktuatif. Pelatihan sederhana tentang manajemen usaha, pemasaran digital, dan standar kebersihan bisa membantu menstabilkan pertumbuhan.


Dampak ekonomi yang lebih luas juga terlihat, meningkatnya permintaan bahan lokal seperti kerupuk, bumbu, dan sayuran mendorong rantai pasok kecil. Petani lokal, pedagang bahan baku, dan pemasok lainnya merasakan efeknya, meski dalam skala berbeda-beda. Jika dikelola dengan baik, tren ini berpotensi menjadi salah satu motor penggerak ekonomi mikro di tingkat kecamatan, membuka lapangan kerja baru dan mendorong kreativitas kuliner berbasis kearifan lokal.


Harapan terbesar para pedagang adalah agar popularitas seblak tidak hanya menjadi hype sesaat. Musim hujan, dengan suasana dingin dan keinginan akan makanan hangat, memberikan waktu yang tepat bagi kuliner seblak untuk menjadi bagian dari kebiasaan makan masyarakat. Jika pelaku usaha mampu menjaga kualitas, terus berinovasi, dan mengelola usaha secara profesional, seblak bisa menjadi daya tarik kuliner yang bertahan lama dan memberi manfaat ekonomi nyata bagi komunitas lokal.


Akhirnya, pergeseran ini menunjukkan betapa dinamisnya lanskap kuliner Nusantara. Dari ayam geprek ke seblak, perubahan mencerminkan selera generasi, kemampuan adaptasi pelaku usaha, dan peran teknologi dalam mempertemukan produk tradisional dengan pasar modern. Bagi daerah sekitar Delanggu Klaten, seblak bukan sekadar makanan musiman, ia adalah peluang, sebuah cerita rasa yang, bila dirawat, bisa semakin memperkaya perekonomian lokal dan menambah warna pada mozaik kuliner Jawa Tengah.


Apakah Anda pernah mencobanya?, bila saat waktu senggang cobalah untuk sesekali menikmati kuliner seblak ini, setidaknya itu akan semakin memperkaya khazanah perbendaharaan database kuliner anda pada masakan tradisional setempat. Jadilah saksi dari ekspansi masakan tradisional yang bisa melintas batas geografis dan cerita-cerita inspiratif dibalik kesuksesannya menembus pasar.


( Pitut Saputra )

Next Post Previous Post

Hot News Today