Tragedi Kemanusiaan di Sumba: Praktik 'Papa Ngarang' dan Kawin Paksa, Bukti Luka Lama Perbudakan Belum Terobati
Sumba Timur, koranjateng.com - Kisah pilu Dewi, seorang anak dari Sumba Timur, menjadi sorotan tajam dan pengingat kelam bahwa praktik-praktik yang menyerupai perbudakan, meskipun telah dilarang keras oleh hukum nasional, masih terjadi di Bumi Sumba. Perbudakan secara resmi telah dihapuskan di Indonesia sejak era kolonial dan diperkuat dalam komitmen kemanusiaan negara ini, namun insiden yang menimpa Dewi menunjukkan adanya pelanggaran HAM berat yang mencoreng prinsip kemerdekaan dan keadilan.13/11/2025
Penculikan dan Praktik 'Papa Ngarang'
Tragedi yang menimpa Dewi bermula pada tahun 2010 di Kampung Karipi Harai, Desa Harai, Kecamatan Mahu, Sumba Timur, saat ia masih belia. Dalam suasana acara pemakaman, Dewi dibawa pergi oleh anak dari isteri ketiga seorang inisial M.T. E. dengan modus mengajaknya mandi ke sungai. Namun, bukannya menuju sungai, Dewi justru dibawa paksa oleh rombongan yang menunggunya, dimuat ke atas truk, dan dibawa menuju Kampung Larutu, Desa Nangga, Kecamatan Karera.
Menurut pengakuan Dewi, sejak saat itu ia dijadikan "papa ngarang," sebuah istilah lokal yang merujuk pada hamba atau budak, oleh seorang Ibu berinisial TI, anak dari M.T.E. Praktik ini secara fundamental bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan melarang perbudakan dalam bentuk apapun.
Kawin Paksa dan Penyiksaan Bertahun-tahun
Kekejaman yang dialami Dewi tidak berhenti di situ. Ketika ia menginjak usia 15 tahun, ia dipaksa menikah dengan seorang pria yang merupakan bagian dari keluarga TI. Setelah tidak kunjung memiliki anak perempuan sesuai yang diharapkan oleh keluarga yang mengambilnya, ia dipaksa menikah lagi dengan pria lain berinisial M. Dari pernikahan kedua ini, Dewi memiliki dua orang anak laki-laki. Namun, setelah anak keduanya berusia satu tahun, sang anak dikirim ke Wangga tanpa sepengetahuan Dewi.
Lebih lanjut, Dewi mengaku mengalami serangkaian penyiksaan fisik dan psikis selama bertahun-tahun karena gagal melahirkan anak perempuan. Penyiksaan ini berlangsung sejak ia tiba di keluarga tersebut hingga ia berhasil melarikan diri pada 3 November 2025.
Pelanggaran Berat Terhadap Hukum Kemerdekaan
Kisah Dewi adalah bukti nyata bahwa meski Indonesia secara hukum telah lama menghapuskan perbudakan, termasuk melalui ratifikasi instrumen internasional, praktik-praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia masih bersembunyi di balik adat atau tradisi yang disalahgunakan.
Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 dengan tegas menyatakan, "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun."
Praktik 'papa ngarang,' kawin paksa, penculikan, dan penyiksaan yang dialami Dewi merupakan pelanggaran berat terhadap pasal tersebut dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).
Seruan Keadilan dan Pemulihan
Saat ini, Dewi berada dalam kondisi psikis yang tertekan dan sangat membutuhkan keadilan serta pemulihan intensif. Ia mengharapkan adanya pihak-pihak yang mau berjuang mendampinginya.
Kisah ini harus menjadi catatan kritis bagi semua pemangku kepentingan (stakeholder) di Pulau Sumba, khususnya Sumba Timur. Institusi penegak hukum, pemerintah daerah, tokoh adat, dan lembaga perlindungan anak serta perempuan harus segera bertindak untuk:
Mengusut tuntas kasus ini dengan menjerat pelaku dengan pasal-pasal PTPPO dan perlindungan anak.
Memberikan perlindungan dan pendampingan psikologis intensif bagi Dewi.
Mengedukasi masyarakat secara luas bahwa praktik 'papa ngarang' atau perbudakan modern adalah tindak pidana serius dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan serta hukum negara.
Sampai kapan anak-anak Sumba harus hidup di bawah bayang-bayang praktik perbudakan yang seharusnya sudah menjadi sejarah kelam? Keadilan untuk Dewi harus ditegakkan untuk memastikan tidak ada lagi korban serupa di masa depan.
