Mendorong Partisipasi Aktif PKK Desa Cokro dalam Sambang Desa Joglo Latar Tjokro.
Mendorong Partisipasi Aktif PKK Desa Cokro dalam Sambang Desa Joglo Latar Tjokro.


KLATEN-koranjateng.com
Sore ini digelar closing event sederhana di kediaman Kepala Desa Tjokro Heru Budi Santosa, kegiatan ini adalah merupakan proses lanjutan setelah terselesaikannya kegiatan sambang desa di Joglo Latar Tjokro (14/07/2025)
Ibu Kepala Desa Artika Sari ditemui usai mengakhiri rapat pembubaran panitia closing event Sambang Desa Joglo Latar mengatakan dengan rasa bangga yang mendalam. “Baginya, penutupan acara ini bukanlah sekadar ritual administrasi, melainkan tonggak penting dalam proses pemberdayaan masyarakat, terutama ibu-ibu PKK di Desa Cokro. Artika menegaskan bahwa selama ini potensi perempuan desa sering tersembunyi di balik aktivitas rumah tangga, padahal kehadiran mereka mampu memberi nilai tambah besar pada gelaran seni, budaya, dan ekonomi setempat.” jelasnya.
Menurut Artika, keterlibatan ibu-ibu PKK dalam kegiatan seni dan budaya adalah bukti nyata bahwa pemberdayaan sesungguhnya lahir dari partisipasi aktif. Dirinya dengan antusias menceritakan bagaimana awak PKK tidak sekadar menjadi penonton, melainkan menjadi motor penggerak di balik panggung. Melalui perannya, setiap ibu PKK belajar untuk mengasah kreativitas, merancang konsep, sekaligus mengambil keputusan strategis. Inilah wujud transformasi peran perempuan desa yang selama ini diidamkan oleh PKK Pemerintah Desa Tjokro di bawah kepemimpinannya.
Salah satu langkah progresif yang diingatkan Ibu Kepala Desa adalah bagaimana ibu-ibu PKK memainkan peran vital dalam koordinasi UMKM. Mereka merangkul pelaku usaha mikro untuk terlibat dalam penyediaan produk, kuliner, hingga promosi. Menurut Artika, keterlibatan tersebut membuka ruang bagi pelaku UMKM untuk mendapat pangsa pasar baru sekaligus memperkaya portofolio produk desa. Tidak hanya itu, pengalamannya memimpin rapat dari awal persiapan acara hingga acar dan selesainya acara menumbuhkan jiwa kepemimpinan pada setiap anggota PKK, membangun rasa percaya diri, dan meneguhkan identitas kolektif sebagai “tuan rumah” kegiatan.
Puncak kebanggaan Ibu Artika muncul ketika sesi Live Cooking Class digelar. Ia menilai kelas memasak terbuka untuk umum tersebut sebagai laboratorium kreativitas. Di sana, ibu-ibu PKK tidak hanya mempraktikkan resep tradisional, melainkan juga belajar beragam teknik plating, condiment,
tata letak booth, hingga penggunaan media sosial untuk memasarkan hasil olahan. Beliau menyebut momen ini sebagai jembatan antara kearifan lokal dan inovasi kontemporer, yang kelak akan menjadi modal berharga untuk mempopulerkan kuliner khas Cokro ke panggung yang lebih luas.
Semangat warga menyambut kegiatan tersebut membuktikan bahwa keterlibatan ibu-ibu PKK memberi resonansi positif. Antusiasme pengunjung, mulai dari anak muda hingga lansia, terlihat jelas saat mereka berebut mencicipi sajian, berdiskusi dengan pengelola booth, dan memberikan testimoni di media sosial. Dalam pandangan Artika, respons positif ini menandakan kesiapan desa menghadapi ekonomi kreatif. Ia yakin, ketika rasa gotong royong dan kepercayaan publik terbangun, Desa Cokro akan semakin mudah menarik perhatian wisatawan dan investor.
Lebih jauh lagi, Ibu Kepala Desa menekankan betapa pentingnya insight yang diperoleh para pengurus PKK. Selain keterampilan memasak, mereka belajar menyusun strategi branding, mengelola keuangan usaha kecil, hingga menyusun laporan sederhana untuk evaluasi kegiatan. Artika memandang keahlian-keahlian tersebut sebagai fondasi agar setiap anggota PKK dapat merancang program mandiri, terukur, dan berkelanjutan. Baginya, pemberdayaan bukan soal membagi bantuan sekali jadi, melainkan membekali ilmu yang dapat diwariskan lintas generasi.
Sebagai langkah lanjutan, Artika Sari mengumumkan rencana kerja sama dengan Cook Art & Cold Kitchen yang diasuh Markus Setiawan. Ia optimis bahwa pendirian kantin kuliner desa akan menjadi laboratorium bisnis riil bagi para ibu PKK. Dengan pendampingan praktisi, mereka akan memperoleh pelatihan teknik cold kitchen, manajemen operasional kantin, hingga riset pasar untuk pengembangan menu. Baginya, kolaborasi semacam ini mengintegrasikan keahlian akademis dan praktis, meminimalkan kesenjangan antara teori dan aplikasi di lapangan.
Kedepan kita akan Mulai langkah kecil ibu-Ibu, yakni PKK akan mengelola cafe resto angkringan buat menunjang wisata desa Tjokro.
Ibu Lurah juga menegaskan harapannya agar kantin desa kelak menjadi ‘pelataran ekonomi kreatif’ yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Dirinya membayangkan warga, pelancong, dan stakeholder lain berkumpul untuk menikmati kuliner khas Cokro sambil membahas peluang investasi, program pelatihan, atau kegiatan kebudayaan berikutnya. Menurut Artika, model ini tidak hanya memperkuat daya saing usaha mikro, tetapi juga memperkaya wawasan kolektif dan menumbuhkan rasa bangga terhadap akar budaya lokal.
Di balik semua inisiatif tersebut, keyakinan Artika Sari sangat tegas, perubahan sejati hanya terjadi jika perempuan diberi ruang berkontribusi secara setara. Ia menegaskan bahwa PKK bukan sekadar wadah organisasi, melainkan kekuatan strategis yang mampu menjembatani aspirasi lokal dengan dukungan eksternal. Menurutnya, upaya pemberdayaan perempuan desa adalah investasi jangka panjang untuk ketahanan sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Cokro.
Dengan mata yang penuh semangat, Ibu Kepala Desa menutup perbincangan dengan pesan yang menggema “Saat kita menguatkan peran perempuan, kita mempersiapkan masa depan desa yang mandiri dan kreatif.” Dalam opininya, langkah-langkah konkret seperti live cooking class, koordinasi UMKM, serta kerja sama profesional bukanlah gerakan parsial, melainkan bagian integral dari visi besar Desa Cokro. Di bawah kepemimpinannya, PKK Desa Cokro akan terus berkembang sebagai simbol kolaborasi, inovasi, dan kekuatan perempuan dalam membangun peradaban lokal yang berkelanjutan.
( Pitut Saputra )