Muhammad Faris Husein Raih Juara 2 IEYI 2025 di Osaka

Muhammad Faris Husein Raih Juara 2 IEYI 2025 di Osaka


SLEMAN-koranjateng.com 

Muhammad Faris Husein, pelajar SMAN 1 Sleman yang mengidap Duchenne Muscular Dystrophy (DMD), berhasil meraih juara dua pada IEYI International Exhibition of Young Inventors. Perlombaan bergengsi ini digelar pada 7 dan 8 Agustus 2025 di Osaka, Jepang. Bersama dua rekannya, Aisyah Hayyu Kartika Yaman dan Ringga, Faris mempresentasikan inovasi tangan palsu yang dikendalikan oleh sinyal otak. Keberhasilan ini tidak hanya mengharumkan nama sekolah, tapi juga membanggakan Indonesia di panggung internasional. Prestasi mereka menunjukkan bahwa kreativitas dan tekad mampu menembus batas fisik dan geografis (08/08/2025).


Faris tumbuh dalam keluarga sederhana di Sleman, putra ketiga dari pasangan Murtandlo dan Anik Marwati. Sejak usia dini, ia didiagnosis menderita DMD, suatu kondisi neuromuskular yang mempengaruhi kekuatan otot. Meski berjuang melawan keterbatasan, semangatnya untuk belajar teknologi dan robotika tak pernah padam. Di SMA Negeri 1 Sleman, Faris aktif mengikuti klub sains dan selalu mencari cara agar pengetahuannya memberi manfaat nyata. Lingkungan sekolah yang mendukung dan guru pembimbing yang sabar menjadi fondasi kuat bagi perjalanan inovasinya.


Tangan palsu yang dikembangkan Faris dan tim memanfaatkan teknologi antarmuka otak-komputer (brain-computer interface) untuk membaca sinyal EEG sederhana. Prosesnya dimulai dengan menempelkan elektroda non-invasif pada kulit kepala pengguna untuk menangkap gelombang otak saat berniat menggerakkan jari. Sinyal tersebut diolah menggunakan modul mikrokontroler yang diprogram dengan algoritma pembelajaran mesin ringan. Akhirnya, motor servo pada prostesis bereaksi sesuai pola sinyal, menghasilkan gerakan jari yang halus. Desain modularnya memungkinkan perbaikan dan penyesuaian mudah, sehingga pengguna dapat terus mengoptimalkan fungsionalitas tangan palsu.


Persiapan menghadapi IEYI dimulai enam bulan sebelum acara. Di sekolah, Faris dan tim menyusun proposal teknis, membuat prototipe, serta melakukan uji coba dan kalibrasi berulang kali. Dukungan guru pembimbing serta ruang lab berperalatan dasar memfasilitasi pengembangan inovasi ini. Selain aspek teknis, mereka juga mempersiapkan presentasi dalam bahasa Inggris dan latihan sesi tanya jawab bersama juri internasional. Pengalaman mengikuti kompetisi tingkat nasional sebelumnya membantu menajamkan kemampuan komunikasi dan manajemen waktu tim.


Dalam perjalanan ini, Faris menghadapi berbagai tantangan fisik dan logistik. Kondisi otot yang terus melemah memerlukan penyesuaian intensif untuk memproduksi sinyal EEG yang stabil. Selain itu, akses terhadap perangkat sensor otak yang berkualitas masih terbatas di Indonesia. Tim harus menyesuaikan bahan dan komponen elektronik agar sesuai anggaran sekolah. Tren peraturan penerbangan juga menuntut mereka merancang prototipe yang mudah dibongkar-pasang agar dapat dibawa tanpa risiko kerusakan. Semua hambatan ini justru memicu kreativitas tim dalam mencari solusi praktis.


Sekolah menengah atas tempat Faris menimba ilmu merasa bangga karena keberhasilan ini memecahkan rekor prestasi internasional. SMAN 1 Sleman semakin dikenal sebagai lembaga yang mendukung inovasi inklusif dan riset pelajar. Pihak sekolah menggelar upacara penghargaan khusus dan mengundang seluruh civitas akademika untuk merayakan pencapaian ini. Di tingkat nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan apresiasi serta janji pendanaan lebih lanjut bagi riset pelajar berkebutuhan khusus. Momen ini menjadi simbol bahwa bakat dan potensi generasi muda Indonesia layak diperhitungkan di kancah global.


Cerita Faris memberikan inspirasi mendalam bagi pelajar dengan disabilitas di seluruh nusantara. Ia menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk berkarya dalam bidang sains dan teknologi. Rekan sekolah dan masyarakat setempat semakin terpacu untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang inklusif. Komunitas difabel di sleman mengadakan lokakarya bersama tim Faris untuk mempelajari dasar antarmuka otak-komputer. Keterlibatan mereka turut diperhatikan oleh berbagai organisasi non-profit yang bergerak di bidang rehabilitasi teknologi adaptif.


Muhammad Faris Husein lahir pada tahun 2008 dan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Saudara-saudara kandungnya, Fahmi dan Faqih, juga menderita DMD namun kini mereka telah berpulang. Kakaknya Muhammad Fahmi Husaen dan Prof.dr. Sunartini Hapsara, Sp.A(Κ)., Ph.D adalah pendiri Yayasan Peduli Distrofi Muskular Indonesia, yang hingga kini terus aktif berkecimpung dalam penaganangan dan pendampingan penderita DMD.


Keluarga Murtandlo dan Anik Marwati ini mengutamakan pendidikan anak-anaknya meski keterbatasan ekonomi. Sejak kecil, Faris memang menunjukkan kecerdasan di bidang matematika dan fisika bersama timnya mereka  selalu mendukung satu dan lainnya  membantu menguji prototipe tangan palsu. Perjuangan sehari-hari dengan terapi dan latihan otot membentuk disiplin dan ketekunan yang kemudian diaplikasikan dalam penelitian teknologi.


Setelah kembali dari Osaka, Faris dan tim berencana mengembangkan versi kedua tangan palsu yang lebih ringan dan hemat energi. Mereka juga ingin menambah fitur haptic feedback agar pengguna merasakan tekanan dan suhu objek. Rencana kolaborasi dengan perguruan tinggi dan pabrik lokal tengah disusun untuk memproduksi prototipe skala kecil. Di sisi akademis, Faris mempersiapkan diri mengikuti olimpiade sains internasional berikutnya. Dukungan beasiswa dan mentor profesional diharapkan makin membuka jalan bagi riset-riset inovatif anak bangsa.


Faris Husein dan tim membuktikan bahwa inovasi lahir dari keingintahuan, keuletan, dan kerja sama. Dari ruang laboratorium sederhana di SMAN 1 Sleman hingga panggung internasional di Osaka, perjalanan mereka menegaskan satu hal, batasan fisik sekalipun tak mampu membendung kreativitas. Ke depan, semangat inklusif dan kolaboratif yang mereka tanamkan akan terus mewarnai dunia teknologi adaptif di Indonesia. Kini giliran kita semua untuk menyalakan apinya, mendukung generasi muda berkarya tanpa sekat, dan bersama-sama mewujudkan masa depan yang lebih berdaya.


( Pitut Saputra )

Next Post Previous Post


Berita Pilihan :